[RUANGDEMOKRASI.SITE] Depok - Toleransi adalah pondasi yang memungkinkan masyarakat multikultural seperti kita untuk hidup berdampingan dengan damai, meskipun berbeda-beda dalam keyakinan, pandangan politik, dan identitas lainnya.
Menurut Anggota Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin dalam acara Webinar Forum Diskusi Publik yang diselenggarakan oleh Ditjen IKP Kemkominfo bekerja sama dengan DPR RI, yang bertemakan “Pemilu: Memupuk Toleransi dalam Ruang Digital di Tahun Politik” Rabu, (24/07/2024).
Selain itu menurutnya, tahun politik sering kali menjadi masa yang menantang dalam mempertahankan nilai-nilai toleransi ini, terutama di era digital yang penuh dengan kebisingan dan polarisasi internet, dengan segala kemudahannya, sering kali menjadi medan pertempuran bagi ideologi yang berbeda, yang kadang-kadang memperkuat perpecahan daripada mempererat persatuan, ujarnya.
Pendidikan tentang toleransi dan literasi digital menjadi kunci dalam memupuk lingkungan online yang inklusif. Masyarakat perlu dilengkapi dengan keterampilan untuk mengidentifikasi berita palsu, memahami berbagai perspektif, dan berdialog dengan hormat.
Dengan meningkatkan kesadaran, mempromosikan dialog yang terbuka, dan bertindak bersama-sama, kita dapat menjadikan internet sebagai alat untuk membangun jembatan, memperkuat keberagaman, dan mendorong perubahan positif bagi masa depan yang lebih baik, jelasnya.
Selain itu, Ismail Cawidu, Akademisi UIN Syarif Hidayatullah memaparkan bahwa, teknologi informasi di design untuk memudahkan dan mensejahterakan manusia di jaman modern ini. Namun, berbagai peristiwa yang telah terjadi di dunia menunjukkan realitas bahwa teknologi informasi bisa menjadi faktor yang memicu timbulnya peristiwa yang menimbulkan korban. Salah satu faktor negatif perkembangan teknologi ini adalah intoleransi, ujarnya.
Contoh nyata intoleransi yang ada adalah banyaknya pemberitaan bernada provokasi pada suatu kelompok tertentu yang membuat masyarakat terprovokasi lalu membakar rumah ibadah. Karena adanya intoleransi dalam kemajuan teknologi ini muncul pertanyaan “Bagaimana kemajuan teknologi informasi di Indonesia dapat menjaga memelihara toleransi di tahun politik?”. Dijelaskan oleh KBBI, Toleran adalah bersifat atau bersikap tenggang rasa (menghargai, membolehkan) terhadap pendirian seseorang (pendapat atau keyakinan) yang berbeda atau bertentangan dengan diri sendiri.
Selain itu, toleransi memiliki tiga bentuk diantaranya toleransi dalam beragama, sesuai dengan namanya, toleransi dalam beragama adalah sikap menghargai, menghormati perbedaan agama yang ada disekitar kita, toleransi dalam politik sesuai dengan namanya, toleransi berpolitik adalah sikap saling menghormati dan menghargai pandangan politik berbeda setiap orang dan bentuk terakhir dalam bertoleransi adalah toleransi dalam berbudaya yang dasarnya adalah sikap dan perilaku saling menghargai dan menghormati perbedaan budaya yang ada antara kita dengan orang disekitar kita, jelasnya.
Dampak negatif ketika kita mempunyai sikap intoleran yaitu Intoleransi sering kali mengarah pada diskriminasi. menciptakan Prasangka Buruk kepada orang lain, merendahkan terhadap individu atau kelompok yang dianggap berbeda, mengganggu harmoni sosial, memicu konflik dengan menjadi provokator dan memicu terjadinya disintegrasi bangsa.
Faktor munculnya intoleran adalah ada kepribadian yang susah diajak bertoleransi karena terprovokasi dengan konten kebencian, pengetahuan memutlakan, hubungan dengan kekuasaan, dan orang-orang merasa paling benar. Orang memiliki toleran yang tinggi biasanya bisa melihat banyak perbedaan yang ada di jaman ini. Orang yang memiliki toleran yang tinggi mendukung kebebasan dan menciptakan rasa aman pada orang lain.
Oleh karena itu, waspadai konten yang berpotensi menimbulkan ancaman persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan menjelekkan suku- adat istiadat, konten agama & kepercayaan, ras/ etnis, politik, sosial dan ekonomi. Sebarkan konten positif budayakan dan tanamkan jiwa toleransi sesama anak bangsa.
Narasumber lainnya Aditya Batara Gunawan, Akademisi dan Pengamat Sospol menjelaskan bahwa, dalam konteks sosial, intoleransi dapat dimaknai sebagai sikap atau perilaku yang tidak menunjukkan toleransi terhadap seseorang/kelompok orang karena kepercayaannya, budayanya, atau ciri fisiknya, ujarnya.
Riset Aliansi Jurnalis Independen Indonesia dan tim peneliti Monash University memantau percakapan dalam tiga platform media sosial teratas di Indonesia sepanjang 1 September 2023 hingga Januari 2024. Bentuk-bentuk ujaran kebencian diantaranya : Serangan terhadap identitas: 123.968, Hinaan: 104.664, Kata-kata kotor: 42.267, Ancaman/hasutan: 39.153, Seksual/vulgar: 3.528, dan lainnya 5.665 teks.
Selain itu, intoleransi di dunia digital berbahaya karena mendorong kebencian permusuhan antar kelompok Masyarakat. Dalam konteks tahun politik/pemilu meningkatkan potensi kekerasan dan memperlemah solidaritas dan ketahanan bangsa. Oleh karena itu, jika menemukan konten yang memuat kebencian atau provokasi laporkan konten intoleran /ujaran kebencian ke: aduankonten.id, jelasnya.
0 Komentar