[RUANGDEMOKRASI.SITE] Depok - Fenomena yang merambah ke dunia maya mempengaruhi cara kita berkomunikasi dan berinteraksi dan membentuk opini. Menurut Anggota Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin dalam acara Webinar Forum Diskusi Publik yang diselenggarakan oleh Ditjen IKP Kemenkominfo bekerja sama dengan DPR RI, yang bertemakan "Bela Negara: Tangkal Radikalisme di Ruang Digital" Senin, (22/07/2024).
Selain itu menurutnya, radikalisme tidak lagi terbatas pada lingkungan pada lingkungan fisik tetapi bertambah masuk ke dalam ruang-ruang digital dengan cepat dan luas. Fenomena ini memanfaatkan kecepatan dan jangkauan internet untuk menyebarluaskan pesan-pesan yang berbahaya pada khalayak yang luas, ujarnya
Berikut beberapa poin yang bisa kita timbang dalam upaya untuk menangkal radikalisme di ruang digital. Pertama pendidikan menjadi kunci utama menangkal radikalisme, kedua tantangan radikalisme di ruang digital memerlukan respon yang terkoordinasi dan dari berbagai pihak, ketiga perlu adanya upaya untuk memperkuat rangkap hukum yang mengatur ruang digital serta meningkatkan hukum terhadap konten – konten yang mempromosikan radikalisme atau ekstrimisme, keempat pentingnya penguatan etika dan tanggung jawab digital, dan yang kelima pengembangan konten alternatif sebagai respon terhadap propaganda radikal yang menawarkan perspektif-perspektif inklusif dan berdasarkan bukti-bukti yang kuat, jelasnya.
Selain itu, Gun Gun Siswadi, Pegiat Literasi Digital memaparkan bahwa, Salah satu ancaman atau penyalahgunaan internet adalah radikalisme. Radikalisme adalah Paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau Drastis (KBBI). Penyebaran konten radikalisme terorisme di media sosial berupa ujaran kebencian dan permusuhan terhadap kelompok lain, ajakan bergabung dalam suatu kelompok, dakwah berisi doktrinasi radikal, pemahaman ideologi yang berbahaya dan ajaran penerapan agama yang ekstrim, ujarnya.
Pemerintah melalui Kemenkominfo melakukan pemutusan akses konten radikalisme selama bulan Juli 2023 hingga Maret 2024 untuk mencegah penyebaran kebencian yang dapat menyebabkan perpecahan. Pemutusan konten-konten tersebut berupa foto, video dan gambar. Di tengah derasnya gelombang globalisasi dan digitalisasi, pemerintah membuat Program Bela Negara untuk pembangunan karakter dan moral bangsa Indonesia. Bela negara merupakan program yang memprioritas penggemblengan sikap dan kesadaran untuk menjaga eksistensi NKRI. Bela negara berbeda dengan Wajib Militer meskipun dasarnya sama. Konsep induk keduanya adalah melindungi eksistensi negara.
Selain itu, bela negara lebih menekankan pada sikap dan kesadaran untuk menjaga eksistensi suatu bangsa. Program Bela Negara memberikan kontribusi signifikan dalam membangun moralitas dan karakter generasi muda dalam menghadapi tantangan zaman.
Adapun nilai-nilai dasar bela negara yang terkandung adalah cinta tanah air, sadar berbangsa dan bernegara, setia pada Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban bagi bangsa dan negara dan memiliki kemampuan awal bela negara. Jika kita melihat konten yang terindikasi terorisme antisipasi penyebaran konten radikalisme yang bisa dilakukan adalah melakukan patroli siber dengan mesin Pengais konten negatif (AIS).
Oleh karena itu, mengedukasi dan meningkatkan kewaspadaan Masyarakat dalam menerima pesan keagamaan serta meningkatkan literasi digital Masyarakat tentang bijak dan cerdas dalam berinternet. Himbauan Masyarakat untuk menangkal radikalisme di ruang digital adalah mewaspadai konten yang mengandung ujaran kebencian, cek fakta informasi yang diterima, pilih sumber belajar agama dengan bijak dan laporkan konten yang mengandung radikalisme, jelasnya.
Narasumber lainnya, Yudha Kurniawan, Akademisi Universitas Bakrie menjelaskan bahwa, radikalisme adalah paham atau ideologi yang menginginkan perubahan tatanan sosial dan politik yang sudah mapan. Ciri – ciri radikalisme dijelaskan sebagai berikut: mengklaim kebenaran tunggal ; menggunakan cara-cara kekerasan ; tertutup dengan Masyarakat ; politik ; mudah mengkafirkan orang lain ; dan mengutamakan ibadah secara penampilan dan jihadis, ujarnya
Selain itu, media penyebaran paham radikalisme yang sering dilakukan adalah dengan melakukan pendekatan personal melalui forum diskusi, media publikasi dan internet (web dan facebook). Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melakukan take down terhadap 174 akun dan konten yang terindikasi mengandung indoktrinasi serta penyebaran paham radikalisme di media sosial selama periode Juli – Agustus 2023. Narasi – narasi dan doktrinisasi dari kelompok tertentu dalam beberapa media sosial digunakan kelompok teror untuk berkomunikasi dan menyebarkan pesan penggalan (pengumpulan) dana (donasi) kepada Masyarakat luas, baik dari dalam maupun luar negeri. (PPATK, 2019) Irjen Pol. Boy Rafli Amar, Ka BNPT memaparkan mereka (teroris) banyak menyebarkan narasi radikalisme di berbagai platform digital. Menggelar pertemuan – pertemuan, menyebarkan pesan secara virtual.
Oleh karena itu, ketika kita melihat konten yang terindikasi terorisme maupun radikalisme kita bisa mencegahnya dengan cara memperhatikan kredibilitas website, apakah info dari web tersebut bisa dibandingkan dengan web yang lainnya. Diskusikan dengan orang sekitar atau mendiskusikan dengan keluarga agar bisa memberikan bandingan informasi yang diterima. Manfaatkanlah portal-portal yang menyediakan wadah untuk melaporkan indikasi-indikasi radikalisme yang disediakan Kemenkominfo dan BNPT, jelasnya.
0 Komentar